Identitas
adalah ciri-ciri yang dimiliki oleh seseorang, kelompok, lembaga atau bangsa
lainnya, dengan adanya ciri-ciri yang berbeda itu maka akan muncul kekhasan
serta keunikan tersendiri sehingga akan mampu memberikan kebanggaan bagi
pemiliknya. Salah satu peluang untuk menyatakan identitas-diri ini
adalah melalui kegiatan seni. Kegiatan
seni dianggap potensial oleh karena mampu mengekpresikan identitas-diri
kelompok secara alamiah. Melalui seni, simbol budaya, mitos, keyakinan, dan
harapan dari suatu kelompok dapat dinyatakan secara efektif dan otentik. Seni
sebagai pemberi identitas maksudnya adalah melalui kekayaan seni budaya
Indonesia kita mampu menunjukkan jati diri bangsa Indonesia di tengah budaya
global.
Indonesia
memiliki berbagai suku dengan sejarah dan latar belakang budaya yang sangat
beragam. Hal tersebut tercermin pula dari keragaman bentuk dan sifat kesenian
yang muncul serta dapat kita warisi hingga saat ini. Sebagai ekspresi dari
masyarakat pendukungnya, kesenian mengandung nilai-nilai luhur budaya bangsa
yang tidak ternilai harganya. Kekayaan seni budaya Nusantara telah mampu
memberikan kita sebuah kebanggaan sebagai suatu bangsa yang berbudaya tinggi.
Namun
beberapa dekade terakhir ini berbagai krisis yang menimpa bangsa Indonesia
sungguh sangat memprihatinkan kita. Berita-berita tentang semakin merosotnya
nilai kebangsaan, persatuan dan kebersamaan hampir setiap hari disuguhkan oleh
media cetak maupun elektronik. Masalah itu masih ditambah lagi dengan semakin
merosotnya nilai etika dan moral, arogansi, pengalahgunaan obat-obat terlarang,
tawuran, terorisme, dan masih banyak lagi yang lainnya. Kenyataan ini membuat
kita bertanya-tanya sudah sedemikian rapuhkah rasa persatuan dan kesatuan serta
mentalitas anak bangsa kita? Sekiranya memang benar demikian adanya.
Bagaimanakah caranya merekat?
Dalam
situasi seperti ini, seni dapat dipergunakan sebagai salah satu perekat. Untuk
itu potensi seni budaya kita perlu dioptimalkan, terus dipertahankan dan
dikembangkan secara kreatif, sehingga dapat menumbuhkan rasa solidaritas baik
sesama bangsa Indonesia maupun dengan bangsa lainnya didunia. Melalui Sekaa,
Sanggar, Banjar, Sekolah, dan aktivitas seni budaya seperti Pesta Kesenian,
Pesta Seni Remaja, Festival Seni, Gelar Seni, dapat dipergunakan untuk
menanamkan nilai budaya bangsa. Dengan penanaman nilai tersebut lewat seni,
maka akan dapat memberikan landasan serta dapat dipergunakan untuk beraktivitas
secara positif.
Sebagai
salah satu contoh (dalam paper Rai, 2005) dikemukakan sebuah even daerah yang kini sudah
menjadi even Nasional dan Internasional yaitu Pesta Kesenian Bali (PKB). Pesta
Kesenian yang merupakan salah satu kebanggaan masyarakat Bali mulai
dilaksanakan pada tahun 1978 atas gagasan Prof. Dr. Ida Bagus Mantra (alm),
Gubernur Bali pada waktu itu. Ada lima jenis kegiatan yang dilaksanakan dalam
PKB yaitu: pawai pembukaan, pagelaran, pameran, lomba, dan sarasehan, PKB
dilaksanakan sekitar satu bulan penuh mulai pertengahan Juni hingga pertengahan
Juli. Tahun ini pelaksanaan Pesta Kesenian Bali sudah memasuki
tahun yang ke-31. Salah satu aspek yang perlu dikemukakan di sini adalah
bagaimana antusiasme masyarakat Bali khususnya (tua, muda, anak-anak) dalam
mempersiapkan diri guna bisa berpartisipasi dalam PKB yang dipusatkan di Taman
Budaya Denpasar (dan disebar ke beberapa daerah Kabupaten/Kota). Persiapan
berupa latihan-latihan kesenian baik kesenian tradisi maupun modern dilakukan
berbulan-bulan lamanya. Setelah waktunya tiba, maka kegiatannya akan dimulai
dari tingkat desa, kecamatan, kabupaten/kota, dan terakhir yang terpilih
sebagai unggulan kabupaten/kota akan tampil di Denpasar. Apabila diamati yang
terpenting di sini bukanlah semata-mata produk akhirnya, melainkan proses yang
telah dilalui mulai dari perencanaan, latihan, hingga terwujudnya suatu bentuk
kesenian yang diinginkan. Dalam proses seperti ini telah terjadi, tidak saja
kemampuan berupa keterampilan teknis, melainkan juga adanya penanaman
nilai-nilai budaya, pencarian identitas, sekaligus merekatkan seniman, masyarakat,
pemerintah, dan unsur-unsur terkait lainnya, di mana hasilnya akan dapat
dijadikan sebuah kebanggaan. Sesuai dengan kenyataan yang ada, telah terbukti
pula bahwa melalui kegiatan kesenian seperti ini telah memberikan dampak yang
positif. Misalnya saja anak-anak muda di beberapa desa atau tempat di Bali yang
sebelumnya sering membuat ulah hingga cukup memusingkan keluarga maupun
masyarakat, akhirnya dengan bangga mampu menampilkan kebolehannya di atas
pentas guna mempertaruhkan nama desa serta kabupatennya di arena PKB. Mereka
telah memiliki predikat baru yaitu dari anak jalanan ke anak panggung.
Yang patut dicatat pula bahwa
dari kenyataan yang ada, grup atau sekaa yang tampil di PKB itu bukanlah
seniman Bali saja, melainkan juga seniman dari beberapa daerah di Indonesia
maupun seniman mancanegara. Para seniman kita yang sudah pernah tampil di PKB
di antaranya berasal dan Sumatera Barat, Aceh, Lampung, Jakarta, Jawa Barat,
Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB, NTT, Maluku, Sulawesi, Papua, Kalimantan, dan
seniman dan daerah lainnya di Indonesia. Para seniman mancanegara yang sudah
pernah tampil di PKB, seperti Grup dan Jepang, Ameriika Serikat, Eropa,
Australia, India, Korea, Singapura, dan lain-lainnya, selain telah dapat
memperkenalkan keunikan kesenian negaranya masing-masing, juga telah mampu
mempertunjukkan kebolehannya membawakan kesenian Indonesia baik yang
tradisional maupun modern. Grup kesenian, seperti Gamelan Sekar Jaya dari
Amerika Serikat, Sekar Jepun dan Yamashiro Gumi dari Jepang merupakan beberapa
contoh yang dimaksud. Lewat ajang seperti ini tentu akan terjadi interaksi yang
positif antara sesarma seniman Indonesia maupun antara seniman Indonesia dengan
rekan kita dan luar negeri.
Salah satu contoh lagi
yang perlu dikemukakan di sini adalah apa yang pernah dialami Bapak Prof. Dr
Wayan Rai S, MA (sekarang Rektor ISI Denpasar), ketika mengikuti Cherry Blossom
Festival di Washington DC, Amerika Serikat pada tahun 1996 pada waktu itu
Indonesia melalui Kedutaan Besar Republik Indonesia Washington DC, terpilih
sebagai salah satu peserta. Setelah melalui penilaian yang sangat ketat,
panitia menyatakan berhak mengikuti Festival Internasional yang sangat
bergengsi itu, maka persiapan pun dilakukan oleh pihak KBRI yang koordinator
serta pelatihnya pada waktu itu adalah Bapak I Gusti Agung Ngurah Supartha,
SST, dari KBRI Washington DC. Setelah perencanaan dibuat secara matang dan
disetujui oleh panitia festival, maka dikumpulkanlah semua masyarakat Indonesia
yang ada disekitar Washington DC baik itu siswa, mahasiswa, pegawai maupun yang
lainnya. Pada saat pertemuan pertama diadakan di salah satu ruang latihan di
komplek KBRI berbagai komentar saya dengar: tugasku opo? Wong aku tak pernah
nari kok. Yang lain menimpali: aduh & don’t worry & pakai aja pakaian
tari itu (sambil menunjuk ke pakaian tari yang tergantung disebelahnya) nggak
ada orang tahu kok. Ada juga yang berkata: aku sudah latihan tari Jawa sejak
kemarin, akhirnya pernah juga aku belajar tarian Indonesia di Amerika, &
malu diikalahkan sama bule. Singkat cerita, melalui kegiatan seperti ini kita
bisa saling kenal dan dapat bertukar pikiran serta pengalaman dengan sesama
orang Indonesia di Washington DC. Pada waktu hari H, terlihat rekan-rekan kita
dengan sangat bangga menunjukkan Bhinneka Tunggal Ika melalui busana dan
berbagai bentuk kesenian dari Sabang sampai Merauke. Para penonton pun tampak
kagum akan kekayaan seni budaya kita. Ketika salah seorang dan penonton
bertanya where are you from? tanpa dikomando rekan-rekan kita menjawab
INDONESIA.......
Tidak ada komentar:
Posting Komentar