Powered By Blogger

Kamis, 10 Januari 2013

Seni Sebagai Identitas dan Perekat Bangsa
Identitas adalah ciri-ciri yang dimiliki oleh seseorang, kelompok, lembaga atau bangsa lainnya, dengan adanya ciri-ciri yang berbeda itu maka akan muncul kekhasan serta keunikan tersendiri sehingga akan mampu memberikan kebanggaan bagi pemiliknya. Salah satu peluang untuk menyatakan identitas-diri ini adalah melalui kegiatan seni. Kegiatan seni dianggap potensial oleh karena mampu mengekpresikan identitas-diri kelompok secara alamiah. Melalui seni, simbol budaya, mitos, keyakinan, dan harapan dari suatu kelompok dapat dinyatakan secara efektif dan otentik. Seni sebagai pemberi identitas maksudnya adalah melalui kekayaan seni budaya Indonesia kita mampu menunjukkan jati diri bangsa Indonesia di tengah budaya global.
Indonesia memiliki berbagai suku dengan sejarah dan latar belakang budaya yang sangat beragam. Hal tersebut tercermin pula dari keragaman bentuk dan sifat kesenian yang muncul serta dapat kita warisi hingga saat ini. Sebagai ekspresi dari masyarakat pendukungnya, kesenian mengandung nilai-nilai luhur budaya bangsa yang tidak ternilai harganya. Kekayaan seni budaya Nusantara telah mampu memberikan kita sebuah kebanggaan sebagai suatu bangsa yang berbudaya tinggi.
Namun beberapa dekade terakhir ini berbagai krisis yang menimpa bangsa Indonesia sungguh sangat memprihatinkan kita. Berita-berita tentang semakin merosotnya nilai kebangsaan, persatuan dan kebersamaan hampir setiap hari disuguhkan oleh media cetak maupun elektronik. Masalah itu masih ditambah lagi dengan semakin merosotnya nilai etika dan moral, arogansi, pengalahgunaan obat-obat terlarang, tawuran, terorisme, dan masih banyak lagi yang lainnya. Kenyataan ini membuat kita bertanya-tanya sudah sedemikian rapuhkah rasa persatuan dan kesatuan serta mentalitas anak bangsa kita? Sekiranya memang benar demikian adanya. Bagaimanakah caranya merekat?
Dalam situasi seperti ini, seni dapat dipergunakan sebagai salah satu perekat. Untuk itu potensi seni budaya kita perlu dioptimalkan, terus dipertahankan dan dikembangkan secara kreatif, sehingga dapat menumbuhkan rasa solidaritas baik sesama bangsa Indonesia maupun dengan bangsa lainnya didunia. Melalui Sekaa, Sanggar, Banjar, Sekolah, dan aktivitas seni budaya seperti Pesta Kesenian, Pesta Seni Remaja, Festival Seni, Gelar Seni, dapat dipergunakan untuk menanamkan nilai budaya bangsa. Dengan penanaman nilai tersebut lewat seni, maka akan dapat memberikan landasan serta dapat dipergunakan untuk beraktivitas secara positif.
Sebagai salah satu contoh (dalam paper Rai, 2005) dikemukakan sebuah even daerah yang kini sudah menjadi even Nasional dan Internasional yaitu Pesta Kesenian Bali (PKB). Pesta Kesenian yang merupakan salah satu kebanggaan masyarakat Bali mulai dilaksanakan pada tahun 1978 atas gagasan Prof. Dr. Ida Bagus Mantra (alm), Gubernur Bali pada waktu itu. Ada lima jenis kegiatan yang dilaksanakan dalam PKB yaitu: pawai pembukaan, pagelaran, pameran, lomba, dan sarasehan, PKB dilaksanakan sekitar satu bulan penuh mulai pertengahan Juni hingga pertengahan Juli. Tahun ini pelaksanaan Pesta Kesenian Bali sudah memasuki tahun yang ke-31. Salah satu aspek yang perlu dikemukakan di sini adalah bagaimana antusiasme masyarakat Bali khususnya (tua, muda, anak-anak) dalam mempersiapkan diri guna bisa berpartisipasi dalam PKB yang dipusatkan di Taman Budaya Denpasar (dan disebar ke beberapa daerah Kabupaten/Kota). Persiapan berupa latihan-latihan kesenian baik kesenian tradisi maupun modern dilakukan berbulan-bulan lamanya. Setelah waktunya tiba, maka kegiatannya akan dimulai dari tingkat desa, kecamatan, kabupaten/kota, dan terakhir yang terpilih sebagai unggulan kabupaten/kota akan tampil di Denpasar. Apabila diamati yang terpenting di sini bukanlah semata-mata produk akhirnya, melainkan proses yang telah dilalui mulai dari perencanaan, latihan, hingga terwujudnya suatu bentuk kesenian yang diinginkan. Dalam proses seperti ini telah terjadi, tidak saja kemampuan berupa keterampilan teknis, melainkan juga adanya penanaman nilai-nilai budaya, pencarian identitas, sekaligus merekatkan seniman, masyarakat, pemerintah, dan unsur-unsur terkait lainnya, di mana hasilnya akan dapat dijadikan sebuah kebanggaan. Sesuai dengan kenyataan yang ada, telah terbukti pula bahwa melalui kegiatan kesenian seperti ini telah memberikan dampak yang positif. Misalnya saja anak-anak muda di beberapa desa atau tempat di Bali yang sebelumnya sering membuat ulah hingga cukup memusingkan keluarga maupun masyarakat, akhirnya dengan bangga mampu menampilkan kebolehannya di atas pentas guna mempertaruhkan nama desa serta kabupatennya di arena PKB. Mereka telah memiliki predikat baru yaitu dari anak jalanan ke anak panggung.
Yang patut dicatat pula bahwa dari kenyataan yang ada, grup atau sekaa yang tampil di PKB itu bukanlah seniman Bali saja, melainkan juga seniman dari beberapa daerah di Indonesia maupun seniman mancanegara. Para seniman kita yang sudah pernah tampil di PKB di antaranya berasal dan Sumatera Barat, Aceh, Lampung, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB, NTT, Maluku, Sulawesi, Papua, Kalimantan, dan seniman dan daerah lainnya di Indonesia. Para seniman mancanegara yang sudah pernah tampil di PKB, seperti Grup dan Jepang, Ameriika Serikat, Eropa, Australia, India, Korea, Singapura, dan lain-lainnya, selain telah dapat memperkenalkan keunikan kesenian negaranya masing-masing, juga telah mampu mempertunjukkan kebolehannya membawakan kesenian Indonesia baik yang tradisional maupun modern. Grup kesenian, seperti Gamelan Sekar Jaya dari Amerika Serikat, Sekar Jepun dan Yamashiro Gumi dari Jepang merupakan beberapa contoh yang dimaksud. Lewat ajang seperti ini tentu akan terjadi interaksi yang positif antara sesarma seniman Indonesia maupun antara seniman Indonesia dengan rekan kita dan luar negeri.
Salah satu contoh lagi yang perlu dikemukakan di sini adalah apa yang pernah dialami Bapak Prof. Dr Wayan Rai S, MA (sekarang Rektor ISI Denpasar), ketika mengikuti Cherry Blossom Festival di Washington DC, Amerika Serikat pada tahun 1996 pada waktu itu Indonesia melalui Kedutaan Besar Republik Indonesia Washington DC, terpilih sebagai salah satu peserta. Setelah melalui penilaian yang sangat ketat, panitia menyatakan berhak mengikuti Festival Internasional yang sangat bergengsi itu, maka persiapan pun dilakukan oleh pihak KBRI yang koordinator serta pelatihnya pada waktu itu adalah Bapak I Gusti Agung Ngurah Supartha, SST, dari KBRI Washington DC. Setelah perencanaan dibuat secara matang dan disetujui oleh panitia festival, maka dikumpulkanlah semua masyarakat Indonesia yang ada disekitar Washington DC baik itu siswa, mahasiswa, pegawai maupun yang lainnya. Pada saat pertemuan pertama diadakan di salah satu ruang latihan di komplek KBRI berbagai komentar saya dengar: tugasku opo? Wong aku tak pernah nari kok. Yang lain menimpali: aduh & don’t worry & pakai aja pakaian tari itu (sambil menunjuk ke pakaian tari yang tergantung disebelahnya) nggak ada orang tahu kok. Ada juga yang berkata: aku sudah latihan tari Jawa sejak kemarin, akhirnya pernah juga aku belajar tarian Indonesia di Amerika, & malu diikalahkan sama bule. Singkat cerita, melalui kegiatan seperti ini kita bisa saling kenal dan dapat bertukar pikiran serta pengalaman dengan sesama orang Indonesia di Washington DC. Pada waktu hari H, terlihat rekan-rekan kita dengan sangat bangga menunjukkan Bhinneka Tunggal Ika melalui busana dan berbagai bentuk kesenian dari Sabang sampai Merauke. Para penonton pun tampak kagum akan kekayaan seni budaya kita. Ketika salah seorang dan penonton bertanya where are you from? tanpa dikomando rekan-rekan kita menjawab INDONESIA.......

Tidak ada komentar:

Posting Komentar